MAKASSAR, 𝗧𝗘𝗥𝗢𝗣𝗢𝗡𝗚𝗔𝗦𝗣𝗜𝗥𝗔𝗦𝗜𝗠𝗔𝗦𝗬𝗔𝗥𝗔𝗞𝗔𝗧.𝗖𝗢𝗠 | – Perkuliahan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Makassar pada awal September berlangsung berbeda dari biasanya. Mahasiswa tidak hanya menerima teori, tetapi juga aktif berdiskusi dengan dosen pengampu, Selfa Afia, M.Pd., mengenai konsep agama, hakikat iman, hingga praktik tradisi yang masih hidup di masyarakat.
Pada pertemuan kedua ini, dengan submateri Konsep Agama dan Agama Islam serta Hakikat Iman dan Islam, suasana kelas terasa hidup. Mahasiswa antusias mendengarkan penjelasan dari teman yang melakukan presentasi, sekaligus mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis yang dekat dengan realitas sosial sehari-hari.
Dalam presentasi tersebut, mahasiswa menyampaikan firman Allah SWT: “Sesungguhnya agama yang diridai di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali-‘Imran [3]: 19). Ayat ini dipaparkan sebagai penegasan bahwa Islam adalah pedoman moral yang menuntun manusia dalam berperilaku, berkarya, dan berinteraksi.
Pembahasan berlanjut pada materi iman dan Islam. Mahasiswa menjelaskan bahwa iman adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan. Sedangkan Islam merupakan wujud ketaatan melalui ibadah dan kepatuhan terhadap syariat.
Ibu Selfa menekankan bahwa agama merupakan sistem kepercayaan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan. “Islam hadir sebagai agama yang sempurna, bukan sekadar ritual, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan. Iman adalah pembuktian seorang muslim terhadap keyakinannya melalui amal. Setiap amalan hati membutuhkan pembuktian,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya seni yang lahir dari niat ibadah. “Bagi mahasiswa seni rupa, setiap karya harus tetap berpijak pada nilai keimanan. Seni bukan hanya indah secara visual, tetapi juga bisa menjadi refleksi iman,” jelasnya.
Diskusi semakin menarik ketika salah seorang mahasiswa, Suparman, bertanya berdasarkan pengalaman pribadinya: “Bagaimana sikap kita sebagai mahasiswa apabila melihat seseorang melakukan ritual dengan membawa makanan ke sungai? Apa hukum dari perbuatan tersebut?”
Menanggapi hal itu, Ibu Selfa menjelaskan, apabila ritual dilakukan dengan keyakinan adanya kekuatan selain Allah yang dapat memberi manfaat atau menolak bala, maka hal itu termasuk syirik. Ia mengutip QS. Yunus [10]: 106: “Dan janganlah kamu menyembah apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu selain Allah…”.
Namun, jika hanya sebatas tradisi tanpa keyakinan khusus, mahasiswa diingatkan untuk tetap berhati-hati agar tidak menyerupai amalan yang menyimpang. “Sikap terbaik adalah tidak ikut-ikutan, menjaga adab, dan mengedukasi dengan santun. Sebab hidayah itu datangnya dari Allah SWT,” terangnya.
Perkuliahan hari itu menjadi bukti bahwa diskusi PAI di kelas seni rupa bisa berlangsung hangat dan dinamis. Mahasiswa bebas bertanya, menyampaikan pendapat, bahkan kritis terhadap tradisi yang berkembang di masyarakat. “Dengan diskusi seperti ini, kami bisa lebih memahami ajaran Islam sekaligus terbuka terhadap fenomena di sekitar kita,” ungkap salah seorang mahasiswa setelah perkuliahan.
Perpaduan antara seni dan agama dalam pembelajaran memberikan warna tersendiri bagi mahasiswa Jurusan Seni Rupa. Mereka tidak hanya ditempa menjadi pribadi kreatif dan inovatif, tetapi juga dibekali dengan dasar iman yang kokoh. Dengan begitu, karya seni yang lahir dari tangan mereka kelak tidak hanya indah dipandang, tetapi juga sarat makna serta bernilai religius.
Oleh: Selfa Afia, M.Pd.
Dosen Pendidikan Agama Islam FSD UNM