Oleh: Sudarto
Dosen PGSD FIP Universitas Negeri Makassar
MAROS, π§ππ₯π’π£π’π‘πππ¦π£ππ₯ππ¦ππ ππ¦π¬ππ₯ππππ§.ππ’π | Kabupaten Maros dikenal sebagai daerah yang kaya dengan keindahan alam dan keanekaragaman hayati. Dari karst Rammang-Rammang yang mendunia, Air Terjun Bantimurung yang memukau, sungai-sungai yang jernih, hingga sawah dan hutan yang masih asri β semuanya merupakan sumber belajar yang luar biasa.
Namun, potensi alam yang begitu besar ini belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai media pembelajaran di sekolah, terutama dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains.
Padahal, pembelajaran IPA sejatinya paling mudah dipahami ketika dikaitkan dengan lingkungan nyata di sekitar peserta didik. Inilah yang disebut dengan pembelajaran IPA berbasis alam sekitar, yaitu pendekatan belajar IPA yang menempatkan lingkungan lokal sebagai laboratorium IPA bagi siswa.
Sains dari Halaman Sendiri
Siswa di Maros tidak perlu jauh-jauh ke laboratorium modern untuk belajar IPA. Mereka dapat memahami konsep sains melalui fenomena yang ada di sekitar mereka.
Misalnya, mempelajari fotosintesis dengan mengamati tanaman padi di sawah, mempelajari metamorfosis kupu-kupu, memahami siklus air melalui pengamatan aliran sungai yang memunculkan air terjun di Bantimurung, atau mengenal jenis batuan dan fosil di kawasan karst Rammang-Rammang.
Dengan cara ini, pembelajaran menjadi kontekstual dan bermakna. Siswa tidak hanya menghafal teori, tetapi benar-benar memahami bagaimana sains bekerja dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan berbasis alam sekitar juga menumbuhkan rasa ingin tahu, kecintaan terhadap lingkungan, dan kesadaran menjaga kelestariannya.
Menghidupkan IPA Lewat Pengalaman Nyata*
Salah satu kelemahan kebanyakan sekolah berkaitan pembelajaran sains adalah pendekatannya yang terlalu tekstualβsiswa belajar dari buku, bukan dari pengalaman.
Padahal, ilmu pengetahuan alam tumbuh dari rasa ingin tahu terhadap fenomena alam.
Guru IPA di Maros dapat menghidupkan pelajaran dengan mengajak siswa melakukan observasi langsung, membuat proyek sederhana, atau penelitian mini tentang isu lingkungan lokal.
Misalnya, meneliti kualitas air sungai, mempelajari perkembangbiakan kupu-kupu, mempelajari dampak penggunaan pestisida terhadap tanah, atau menganalisis kebersihan udara di sekitar sekolah.
Aktivitas seperti ini tidak hanya melatih kemampuan ilmiah, tetapi juga membentuk karakter: kepekaan sosial, empati, dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Peran Guru dan Pemerintah Daerah
Tentu, pembelajaran berbasis alam sekitar memerlukan dukungan dari banyak pihak.
Guru perlu diberi kebebasan untuk berinovasi di luar kelas. Sekolah perlu mengembangkan program
βSekolah Berbasis Alam Marosβ dengan kegiatan belajar lapangan yang terencana dan aman.
Dinas Pendidikan Kabupaten Maros dapat bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, perguruan tinggi, serta komunitas lingkungan untuk menciptakan sumber belajar yang kontekstual.
Sinergi ini tidak hanya memperkaya pengalaman belajar siswa, tetapi juga memperkuat identitas Maros sebagai βkabupaten pendidikan berbasis alamβ.
Menumbuhkan Cinta Sains dan Alam
Melalui pembelajaran IPA berbasis alam sekitar, siswa belajar bahwa sains bukan sekadar teori, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari.
Mereka memahami bahwa menjaga alam berarti menjaga masa depan. Dari rasa ingin tahu tumbuhlah kesadaran, dan dari kesadaran lahirlah tanggung jawab.
Anak-anak Maros yang belajar dari alamnya sendiri akan tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijak dalam bersikap terhadap lingkungan.
Mereka adalah calon ilmuwan muda yang berpikir kritis, kreatif, dan berkarakter.
Penutup
Kabupaten Maros memiliki anugerah alam yang luar biasa β tinggal bagaimana dunia pendidikan memanfaatkannya. Pembelajaran IPA berbasis alam sekitar bukan hanya metode mengajar, tetapi juga jalan membentuk manusia yang berpengetahuan dan berkepribadian ekologis.
Jika sekolah, guru, dan pemerintah berjalan seiring seirama, maka sains tidak lagi terasa sulit, melainkan menjadi cara untuk mencintai kehidupan.
Dan di Maros, cinta itu bisa dimulai dari halaman sekolah sendiri.
*
Tentang Penulis:
Sudarto adalah Doktor di bidang IPA, dosen Universitas Negeri Makassar yang aktif* meneliti pembelajaran sains humanistik, pembelajaran IPA berorientasi Deep Learning dan berbasis lingkungan di Sulawesi Selatan. Ia juga menulis opini pendidikan di berbagai media tentang transformasi pembelajaran IPA di sekolah dan di berbagai jurnal.











