Teropongaspirasimasyarakat.com
BY. Dr. Sri Darmawati. M, S.Pd., M.Pd
Guru SMAN 3 Pangkep
Pada tulisan edisi kedua disampaikan mata pelajaran seni budaya di sekolah meliputi empat aspek yakni: (1) Seni rupa, mencakup keterampilan dalam menghasilkan karya seni rupa murni dan terapan; (2) Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat musik, berkarya dan apresiasi karya musik; (3) Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan eksplorasi gerak tubuh dengan dan tanpa rangsangan bunyi, berkarya dan apresiasi terhadap gerak tari; (4) Seni teater, mencakup keterampilan olah tubuh, olah pikir, dan olah suara yang pementasannya memadukan unsur seni musik, seni tari dan seni peran.
Salah satu upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar berkarya yaitu dengan mengembangkan kreativitas siswa. Mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran berarti mengembangkan kompetensi untuk memenuhi standar proses atau produk belajar yang selalu terbarukan. Hal ini merupakan bagian dalam rangka dukungan kampanye merdeka belajar yang digaungkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-ristek)
Merdeka Belajar menurut Nadiem Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-ristek) merupakan konsep yang dibuat agar peserta didik bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing. Merdeka belajar di sekolah artinya adalah guru-guru, dan peserta didiknya, mempunyai kebebasan dalam berinovasi dan bertindak dalam proses belajar mengajar. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong guru-guru untuk merancang metode pembelajaran berbasis project sehingga memacu kreativitas peserta didik.
Merdeka dan bebas berpikir harus dimulai oleh guru terlebih dahulu sebelum kemudian diajarkan pada para peserta didik, misalnya pembelajaran yang sebelumnya di dalam kelas dapat dilakukan di luar kelas. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih aktif, berani, mandiri, beradab, sopan dan bertanggunjawab dalam menyelesaikan masalah.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah dari guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari peserta didik sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Yang tak kalah penting dalam pendidikan di sekolah adalah hubungan emosional antara guru dan peserta didik di dalam maupun di luar kelas. Dalam masa tumbuh kembangnya, sejatinya anak-anak tidak hanya membutuhkan pembekalan kemampuan intelektualitas. Mereka juga butuh sentuhan kasih sayang dan empati dalam pengasuhan.
Pendekatan emosional adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya. Untuk menciptakan hubungan baik dengan peserta didik, guru perlu menerapkan sikap-sikap yang efektif, meliputi : (1) terbuka, (2) menerima dan menghargai siswa, (3) empati, dan (4) demokratis.
Pentingnya guru memahami dan menerapkan pembelajaran sosial dan emosional untuk mengetahui bagaimana guru memenuhi kebutuhan belajar peserta didik di sekolah. Tentang pengalaman apa yang diberikan pada peserta didik, apa yang dipelajari dan bagaimana guru mendidik dan membimbing untuk menyelesaikan permasalahannya. Mengajarkan agar mampu mengelola emosi dengan cara menenangkan diri, belajar mengungkapkan perasaan, jangan biasakan memendam amarah, berempati pada anak, memberikan pujian dan memberikan contoh yang baik bagi peserta didik.
Sebagai Pendidik di era society 5.0, para guru harus memiliki keterampilan dibidang digital dan berpikir kreatif. Menurut Zulfikar Alimuddin, Director of Hafecs (Highly Functioning Education Consulting Services) menilai di era masyarakat 5.0 (society 5.0) guru dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di kelas (Alimuddin, 2019). Pendidikan era 5.0 adalah proses pendidikan yang menitik beratkan pada pembangunan manusia sebagai makhluk yang mempunyai akal, pengetahuan dan etika dengan ditopang oleh perkembangan teknologi modern saat ini.
Selain persiapan kurikulum dan sarana yang memadai terhadap pendidikan era society 5.0, guru diharapkan mampu memastikan kurikulum berjalan secara optimal, oleh sebab itu, guru harus memiliki beberapa kompetensi utama dan pendukung seperti educational competence, competence for technological commercialization, competence in globalization, competence in future strategies serta counselor competence. Guru juga perlu memiliki sikap yang bersahabat dengan teknologi, kolaboratif, kreatif dan mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, serta mengajar secara menyeluruh.
Baik dan tidaknya wajah pendidikan kita di era society 5.0 salah satunya ditentukan oleh guru sebagai agent of change yang memiliki peran utama yang sangat strategis. Ini merupakan tantangan terbesar bagi para guru agar segera mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan era society 5.0 dengan segala problem yang akan dihadapi. (Artikel Republika Blozzer)
Slogan SAKSI pada Program MGMP Seni Budaya SMA se-Kabupaten Pangkep berupaya mengimplementasikan seluruh penjabaran kegiatan pada merdeka belajar, dan akan selalu mengikuti perkembangan teknologi menuju kreatifitas kebaharuan (inovatif). Kehadiran slogan SAKSI akan merubah paradigma guru mengajar sekedar menggugurkan kewajiban.