Makassar teropongaspirasimasyarakat.com
Tulis. Dr. Ismail Razak. S.Sos M.Si.
Pendidikan di Indonesia pertama kali di prakarsai oleh bapak guru pendidikan Ki Hajar Dewantara. Spirit yang dibawa Ki Hajar Dewantara pada saat itu dia menginginkan pendidikan yang merata, bukan saja pendidikan yang di akses oleh orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang baik. Tetapi pendidikan harus di akses oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemikiran Ki Hajar Dewantara juga sama dengan pemikiran Paulo Freire. Dalam bukunya pendidikan kritis; pendidikan bukan saja milik kaum borju. Tapi, pendidikan seharusnya milik semua manusia.
Berdasarkan data dari UNESCO Indonesia memiliki skor 0,603 dari segi kualitas pendidikan atau peringkat kelima dari tingkat ASEAN. Tentu saja ada beberapa faktor yang membuat Indonesia berada pada peringkat rendah diantaranya ialah; rendahnya mutu pendidikan, kurangnya keefektifan dan efisiensi, kurangnya sarana-prasarana, dan rendahnya prestasi siswa. Adapun cara untuk meningkatkan peringkat pendidikan Indonesia di wilayah ASEAN, yaitu; peningkatan kualitas pendidik, peningkatan dana pendidikan, dan juga peningkatan prestasi individu.
15 tahun kedepan ada banyak perubahan pada pasar kerja dunia, dengan adanya perubahan pada pasar kerja dunia, harusnya juga ada inovasi untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia yaitu mencetak generasi kritis, peduli sosial, dan kreatif, serta berjiwa pemimpin, bukan generasi robot yang hanya mementingkan diri sendiri akibat krisis sosial. Jadi sebelum ada banyak perubahan yang terjadi di pasar kerja, masyarakat dan sekolah harus mengadakan perubahan, menjadikan sekolah dan belajar adalah kebutuhan selama-lamanya.
Para pakar pendidikan di negeri ini, pada “berkabung “ meratapi dan menyesali pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Menteri Nadiem membubarkan BSNP secara resmi mewakili pemerintah melalui Permendikbudristek Nomor 28/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Makin lama, makin tidak dimengerti memang, apa yang dipikirkan oleh Mas Menteri ini, untuk Indonesia ke depan. Reaksi pun bermunculan. Prof Azra mengatakan: “Pembubaran BSNP yang beranggotakan banyak wakil masyarakat terhitung 31/8/2021 mencerminkan kian menguatnya resentralisasi dan birokratisasi pendidikan nasional.
Dengan keterbatasan kapasitas pemerintah untuk benar-benar memajukan pendidikan nasional, pembubaran BSNP adalah blunder dan setback bagi pendidikan bangsa “. Belum lama Kemenristek juga dibubarkan, lalu dibentuk BRIN (Badan Riset dan Innovasi Nasional). Sebagai gantinya, dibentuk Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan, guna mengakomodasi keterlibatan publik dalam perumusan standar nasional pendidikan. Posisi BSNP diganti dengan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Mendikbudristek.
Menteri Nadiem juga pernah viral dengan statemennya, “Nadiem Makarim Mematahkan Mitos NEM, IPK, dan Ranking “ sekaligus meresahkan para kepala sekolah dan guru. Katanya, NEM, IPK, serta Rangking, tidak ada relevansinya terhadap kesuksesan, yang juga mengutip penelitian Thomas J Stanley tentang 100 faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang. Ada sepuluh faktor teratas paling berpengaruh pada kesuksesan:
- Kejujuran,
- Disiplin keras,
- Mudah bergaul,
- Dukungan pendamping,
- Kerja keras,
- Kecintaan pada apa yang dikerjakan,
- Kepemimpinan,
- Kepribadian kompetitif,
- Hidup teratur, dan
- Kemampuan menjual ide.
Pertanyaannya adalah, apakah 10 faktor tersebut bisa berjalan dengan baik, tanpa ada dasar prestasi NEM, IPK, dan Rangking? Tentu jika, NEM, IPK, dan Rangking tersebut, adalah representasi dari kecerdasan anak, baik intelektual, spiritual, dan emosional? Apakah nasib Badan Akreditasi Nasional dan Badan Akreditasi Sekolah (BAN-BAS) juga akan menyusul dibubarkan? Kita tunggu saja tanggal mainnya.
Quo vadis pendidikan Indonesia. Inilah boleh jadi di antara kongkretisasi tagline Merdeka Belajar, hendaknya jangan dipahami dengan Belajar Merdeka? Pada teman-teman dan sejawat, yang mengurus dunia pendidikan, teruslah bekerja keras, buat anak-anak berprestasi, selama belum ada parameter mutu dan prestasi anak, selain NEM, IPK, dan Rangking, gunakan itu. Belajarlah dengan kaidah para ulama almuhafadhah ala l-qadim al-shalih wa l-akhdzu bi l-jadidi l-ashlah artinya “menjaga nilai/ aturan lama yang baik, dan ambil nilai/ aturan baru yang lebih baik “.
Dari uraian diatas, Dewan pendidikan mungkin akan mengalami reorientasi peran kelembagaan kedepan kalau tidak mungkin dibubarkan dan diganti dengan lembaga lain yg relefan dengan pembubaran BNSP diatas. Jika sekiranya tetap maka sejatinya Dewan Pendidikan harus diberi peran strategis dalam melakukan perannya sesuai Kepmen Tentang Dewan Pendidikan Nomor 044/U/2002 yaitu, Dewan Pendidikan berperan sebagai:
- Pemberi pertimbangan/ advisory agency dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan;
- Pendukung/ supporting agency, baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan;
- Pengontrol/ controlling agency dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan;
- Mediator antara pemerintah/ eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/ legislatif dengan masyarakat.
Pada sisi lain Tugas Dewan Pendidikan adalah :
- Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
- Melakukan kerjasama dengan masyarakat perorangan, organisasi, pemerintah, dan DPRD berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
- Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
- Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah daerah, DPRD mengenai kebijakan dan program pendidikan, kriteria tenaga daerah dalam bidang pendidikan, kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru, tutor dan kepala satuan pendidikan, kriteria fasilitas pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan;
- Mendorong peran orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
- Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan.
Dari uraian peran dan tugas Dewan Pendidikan diatas tampaklah berat, karena personal dewan pendidikan saja haruslah orang-orang mumpuni yang memiliki kompetensi dasar yang sangat tinggi dari kalangan profesional dan berpengalaman luas sehingga bisa memberi masukan dan mampu menilai keluaran proses pendidikan di semua tingkatan.
Sebuah tugas yang maha berat dan strategis yang berbanding terbalik dengan kesediaan anggaran yang diberikan untuk mengembang tugas tersebut, sehingga terkesan bahwa para pengurus dewan pendidikan adalah mereka yang hanya datang dan menjalankan tugas ketika dia diperlukan saja, kalau lagi tidak diperlukan, maka biar lah mereka asyik dengan profesi dan kesibukan masing-masing.
Kesan ini dapat dibaca dari adanya beberapa penelitian menyangkut peran dan tugas Dewan Pendidikan yaitu diketahui permasalahan seperti yang dikemukakan diatas telah menghambat kinerja pelaksanaan kebijakan seperti Komunikasi, sumber- sumber, kecenderungan- kecederungan struktur birokrasi. Faktor sumber – sumber; menyangkut staff dewan pendidikan tidak sesuai dengan Kebijakan Mendiknas, wewenang yang sudah jelas namun ada pelaksanaan dilapangan wewenang formal yang didistribusikan tidak sesuai dengan peraturan yang ada kepada setiap pelaksana, karena bidang- bidang yang ada tidak berfungsi dengan baik karena kerja- yang seharusnya dilakukan pengurus bidang dilakukan oleh unsur pengurus harian, kemudian informasi yang mendukung kebijakan mulai dari informasi tahap –pelaksanaan dan informasi tentang kegiatan tentang ketaatan – ketaatan personil serta adanya fasilitas – fasilitas fisik berupa dana bantuan berupa uang dari dan APBN dan APBD sudah tersedia namun dalam pelaksanaannya masih kurang konsisten dan transparan.
Unsur terakhir adalah struktur birokrasi. Struktur birokrasi dan Fragmentasi disini ditunjukkan melalui penyebaran wewenang antar bagian pengurus dewan pendidikan yang di bagi dalam tugas – tugas sesuai dengan bidang – masing masing, namun dalam pelaksanaannya peran pengurus tumpang tindih dengan pengurus harian, hal ini menyebabkan tidak tercapainya penyebaran tanggung jawab pengurus dalam melaksanakan kegiatan pada unit kerja, sehingga para peneliti dapat menyimpulkan bahwa Implementasi peran dan fungsi dewan pendidikan berdasarkan Lampiran 1 Kepmendiknas No 44/ U/ 2002 tentang dewan pendidikan adalah tidak efektif karena dari keempat unsur variable yang mempengarui implementasi kebijakan tidak satupun tercapai dengan baik.
Perubahan arah kebijakan pendidikan kita saat ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Dewan Pendidikan khususnya di Sulawesi Selatan untuk dapat menemukan formula khusus yang adaptif terhadap arah kebijakan pendidikan nasional dan arah kebijakan visi misi Pemerintah daerah.
Sehingga tidak menimbulkan kesenjangan baru dalam dunia pendidikan kita khususnya di Sulawesi Selatan.
Selanjutnya Pemerintah Daerah harus dapat menganggarkan dengan cukup kebutuhan dana operasional Dewan Pendidikan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan peran dewan pendidikan sehingga dapt melahirkan rekomendasi dan pertimbangan yang mendorong pencapaian visi misi para pelaksana Pemerintahan di semua level.
Lalu dengan adanya ketercukupan anggaran untuk menunjang tugas dan peran Dewan pendidikan, maka sudah seharusnya Dewan Pendidikan dapat menggerakkan mesin struktur kelembagaannya dengan baik, transparan dan akuntabel dalam menjalankan peran strategis yang diembannya tersebut, tulis. Dr. Rdwan Ismail Razak, S.Sos
Sumber :
M.Si,Prof. Dr. Ahmad Rofiq MA, sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (2003-2011), ketua Bidang Pendidikan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25031.